Sabtu, 27 Desember 2014

Contoh Pidato Pemuda

Contoh Pidato yang bagus
Oleh Angga Jaya Wardhana


"KAMI PEMUDA"

KEPOLOSAN

Di suatu pagi, sekitar 10 tahun lalu, saya dan Ayah sedang jalan pagi. Di tengah perjalanan, saya bertanya padanya, “Yah, aku nanti kalau sudah besar ingin menjadi presiden, bagaimana menurut Ayah, apakah aku mampu dan baik untuk kehidupanku?” Pertanyaan lumrah bagi bocah tengil (nakal) dan polos yang semalaman suntuk habis membaca biografi Bung Karno karangan Cindy Adams itu. Sang Ayah gedhek-gedhek (geleng-geleng) saja mendengar niat tulus sekaligus tanda lemahnya pengetahuanku waktu itu. Ayah saya balik bertanya,” Memangnya kenapa kamu mau jadi presiden, kamu kan pernah Ayah terangin kalau jadi Presiden itu berat, menjadi pemimpin 200 juta lebih rakyat, harus bekerja siang malam melayani masyarakat, harus menjalani proses kampanye yang pasti menghabiskan uang banyak waktu sebelum jadi presiden, dan yang terpenting adalah pasti dimimtai pertanggung jawaban di akhirat atas semua hal baik buruknya kinerja kamu saat menjadi pemimpin atau presiden. Apa kamu berani?”
Pertanyaan Ayah yang menggempur idealisme saya, langsung membuat saya terdiam dan bingung. Saya tertunduk lesu, menerawang kemungkinan-kemungkinan jika saya nekat menjadi presiden. Ayah langsung menyadari kebimbangan saya, beliau pun menghibur saya,” Kenapa bimbang, jika semua orang berpikiran sepertimu, terus siapa yang mau menjadi presiden?” Benar juga perkataan ayahku, harus ada seseorang yang mempunyai niat tulus untuk menjadi presiden, harus ada yang mau memimpin 200 orang rakyat Indonesia, harus ada yang mau bekerja siang malam melayani rakyat, harus ada yang mau mengucurkan uangnya untuk memperjuangkan visi dan idealismenya, dan yang terpenting harus ada yang mau diadili oleh Allah SWT nanti di akhirat atas pertanggung jawaban negerinya. Semua itu berat, tapi penderitaan rakyat yang memimpikan keadilan dan kemakmuran negerinya, jauh lebih berat dan perih dari itu semua. Ya, aku tetap ingin jadi presiden!!

PRESIDEN MASA DEPAN

Sekarang saya telah beranjak dewasa. Semakin mengerti asam garam kehidupan, walau hanya secuil dari kisah kehidupan itu sendiri. Saya teringat dengan percakapan Ayah dengan saya waktu saya kecil. Saya berasumsi bahwa kebanyakan para remaja seumuran saya juga berpikiran seperti itu. Masih buta akan dinamika pembangunan bangsa ini, apalagi politik. Saya mencoba mengamati dari seluruh remaja yang saya kenal, hampir semuanya tak ada yang tertarik pada politik.
Mereka beranggapan bahwa analogi dari politik adalah tai kucing, yang seluruhnya berlumuran dengan kekotoran dan dosa. Saya mafhum dengan kenyataan ini, karena mereka sejatinya tak ada pendidikan politik sama-sekali yang dapat meningkatkan rasa curious (ingin tahu)pada jiwa mereka. Pendidikan di negeri ini hanya melayangkan pandangan mereka dengan membuka tabir politik yang rumit, yang memaksa mereka untuk mengerti bahwa politik selalu saling menjegal, seperti hukum rimba, siapa kuat dia menang, atau seperti hukum kuis-kuis di televisi, siapa cepat dia dapat. Seluruh faktor tersebut menjadi penyokong buruknya popularitas dunia politik di hamparan pandangan para remaja.
Lalu akhirnya sama seperti Ayah saya, saya bertanya, ” siapa yang akan mau menggantikan para presiden atau wakil-wakil rakyat di masa yang akan datang?” Kita tahu bahwa kinerja di semua zaman pemerintahan selalu saja jauh kurang dari harapan rakyat. Selalu saja ada yang korupsi, selalu saja ada yang mengkhianati rakyat, selalu saja salah dalam membuat dan menempatkan kebijakan, dengan kenyataan masih banyaknya kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat. Jika kita mau memahami bahwa akar penyebab dari semua hal itu adalah telah terdegradasinya mutu pendidikan di ibu pertiwi ini dari waktu ke waktu. Mutu pendidikan yang saya maksudkan ini juga termasuk kualitas-kualitas dari jiwa nasionalisme yang para pelajar miliki. Mungkin 30 an tahun yang lalu, saat para pejabat yang terjerat kasus korupsi masih remaja, mereka tak punya visi atau pandangan ke depan bahwa mereka akan menjadi seorang wakil rakyat. Mereka bercita-cita untuk menjadi seorang pengusaha yang bergelimang uang. Yang mereka melihat politik adalah tai kucing.

KEBUN MAWAR

Mereka umumnya memandang kekuasaan masih sebagai kebun mawar, bukan sebagai sawah yang harus mereka olah dan tanami. Karena itu semua gerak politik yang mereka lakukan hanya sebatas perebutan kekuasaan. Sebatas upaya untuk bisa menikmati merekahnya mawar sambil makan pisang goreng dan minum secangkir kopi di pagi hari.
Fenomena ini sangat menggelikan saat kita mengetahui bahwa cara pandang mereka terhadap politik masih sama sampai mereka tua dan menjadi pejabat. Lalu siapa yang bertanggung jawab akan kebobrokan mekanisme pendidikan di negeri ini? Jawabannya tentulah seluruh rakyat. Memang sifat dasar dari rakyat Indonesia adalah mellow characteristic people, yang berarti rakyat Indonesia mudah terpengaruh oleh keadaan suasana. Mudah menyerah pada kenyataan. Seperti pasir yang berguling-guling mengikuti arus deras sungai. Tak ada gertakan pembeda yang menyebabkan arus tersebut berubah haluan. Mengutip pernyataan dari Mario Teguh, “This is not about them, but surely about us.” Ini adalah bukan tentang mereka, tapi tentang kita. Keadaan di tanah air ini bukanlah keseluruhan atas kesalahan mereka, yang telah korupsi dan membunuh impian-impian rakyat. Tapi kesalahan kita semua, rakyat-rakyat yang apatis, stagnan, nerimo ing pandum (nerima keadaan apapun), dan hanya bisa saling menyalahkan.

FALSAFAH SENTER

Saya masih ingat apa yang dikatakan oleh Bapak Hidayat Nur Wahid. Ketua MPR kita. Beliau mengatakan politik itu adalah salah satu cara manusia dalam membuat dirinya berguna bagi manusia-manusia lain di sekitarnya. Sebagai pemahaman, saya akan menganalogikan politik seperti senter menyala yang ditelungkupkan. Senter yang ditelungkupkan itu jika kita tak mengangkatnya, maka sinar yang keluar, sama sekali tak terlihat atau berefek pada keadaan sekitarnya. Setelah kita angkat sedikit, barulah sinar itu terlihat, walaupun jangkauan cakupannya masih relatif kecil atau sempit. Tetapi jika kita angkat sampai tinggi, maka sinar dengan terangnya itu, dapat menyinari lantai di bawahnya dengan luas, dan semua menikmati terangnya senter itu. Hal itu juga sama terjadi pada kehidupan manusia. Jika status sosial kita yang tentunya didukung dengan kelayakan kemampuan dan ketulusan tidak terlalu tinggi, maka rakyat atau manusia di sekelilingnya tidak dapat merasakan keberadaan dirimu. Sebaliknya jika stasus sosialmu tanggi, maka semua apa yang kamu kerjakan dan perjuangkan, akan dapat dirasakan oleh semua rakyatmu atau manusia disekelilingmu. Jadi politik diciptakan oleh Allah SWT. Bukanlah untuk sekedar mencari kekuasaan atau harta yang melimpah. Tetapi adalah suatu tindakan adi luhur yang menjadi jalan rakyat untuk mendapat kebenaran,keadilan,dan kesejahteraan. Suatu upaya agung untuk mewujudkan mimpi-mimpi tukang becak,pedagang sayur, sopir bemo, guru, pelajar,orang tua,insinyur,ilmuwan,pengusaha, dan Presiden itu sendiri.
Bicara tentang apa yang seharusnya dicita-citakan oleh para pemuda saat ini. Saya jadi teringat pada percakapan informal antara seorang pengamat politik bernama Sukardi Rinakit dengan Muhammad Yunus, peraih nobel perdamaian tahun 2006. Cak Kardi bertanya,” Apa cita-cita Anda sebenarnya? Apakah dari kecil ingin mendirikan pusat pemberdayaan rakyat, seperti Gramen Bank?” Muhammad Yunus menjawab sambil tersenyum kecil, “Saya hanya ingin menanam kebaikan.” Ternyata kebaikan yang ditanamnya selama ini tumbuh subur dengan akar yang tertancap kokoh di hati rakyat Bangladesh. Ia juga telah menginspirasi dunia.
Padahal, siapa pun anak Indonesia tentu pernah mendapatkan nasihat dari orang tuanya, yang mirip dengan ucapan Muhammad Yunus tersebut. Pada orang Jawa, nasihat itu biasanya datang dari ibu, yang dengan tulus berkata agar kita selalu nandur kebecikan (menanam kebaikan). Cita-cita terpenting dalam hidup adalah menanam kebaikan.
Karena itu, di mata seorang ibu, menjadi presiden,menteri, gubernur,direktur utama,dan lain-lain adalah tidak penting. Gelar profesor,doktor,master adalah tidak penting. Pangkat kapten maupun jendral juga tidak penting. Yang terpenting adalah nandur kebecikan.

LANGKAH PERUBAHAN

Semangat Muhammad Yunus itulah yang harus menjadi landasan berfikir para pemuda saat ini dalam bercita-cita. Jika ada 100,1000,bahkan berjuta-juta pemuda Indonesia hidup dalam nafas ketulusan menanam kebaikan, maka bisa dibayangkan betapa nikmatnya hidup di alam Indonesia Raya ini. Betapa sejahteranya bayi-bayi yang baru lahir, jika mengetahui negara yang akan mereka tumpangi untuk hidup, telah memiliki ksatria-ksatria yang tulus mendedikasikan dirinya untuk berpengaruh positif dalam dinamika kehidupan masyarakat, terutama politik.
Lalu langkah apa yang pertama-tama kita lakukan? Biarkanlah mereka yang korupsi, mereka yang kebal hukum, mereka yang kita tak bisa berbuat apa-apa atas mereka, terus dan terus menggerogoti negara ini. Tapi mulai sekarang...sentaklah hatimu! Gugah jiwamu! Jangan biarkan diri kita dengan mereka tak ada perbedaan. Buatlah perbedaan itu. Bangun jiwamu yang suci itu. Poles dinding-dinding kesungguhanmu dengan idealisme-idealisme agungmu itu. Jangan sampai tercemar pada realitas kebobrokan bangsa ini. Justru buatlah realitas-relitas itu sebagai pecut atas nadi-nadi perubahan yang akan kau kobarkan. Negeri ini tidak akan bosan menunggu gerakan-gerakan pemuda Indonesia yang nasionalis, yang menjanjikan saripati perubahan dalam setiap nafas yang mereka hembuskan. 

SEKIAN... JANGAN LUPA PESAN PIN DI TOKOPINMURAH.blogspot.com  ya.. :) atau kunjungi website www.kreasilangit.com ya.. :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar